Kerja Lapangan di Parit Perlindungan: Pengamatan Partisipan di Area Konflik
Lorraine Dowler
Pendahuluan
Bagaimana kamu mengatur wawancara
dengan IRA? Ini merupakan
pertanyaan yang biasa aku tanyakan berkenaan dengan penelitianku di Irlandia
Utara. Tanggapanku sepertinya mengecewakan pendengar, karena aku tidak punya
cerita tentang pertemuan gelap di jalan gang atau kemudian dibawa ke pusat
interogasi. Jawabanku merefleksikan momen tempat yang agak umum sesuai waktu
dan ruang: Aku bertemu mereka di sebuah
pub.
Tidak
banyak. Metode ini meliputi hidup dan bekerja dengan suatu komunitas dengan
maksud memahami pengalaman keseharian mereka. (Cool 1997: 127). Sudah banyak
kasus ilmuwan sosial mendapatkan masalah
saat mencoba melakukan penelitian di Irlandia Utara. Dimana tiga pria IRA
berkerudung di Belfast Barat menganggapnya mata-mata (Sluka 1995). Hal ini
menaruh curiga komunitas Katolik Irlandia.
Ketika
aku pertama kali memilih Belfast sebagai tempat penelitianku aku berpikir bahwa
latar belakangku yang Katolik Irlandia akan membantu mengurangi kecurigaan
mereka pada orang asing. Sejak aku melihat orang Irlandia, aku pesimis mereka
tidak akan menyambutku. Bagaimanapun, aku dipandang sebagai orang Amerika
sesuai dengan statusku.
Pada
waktu melakukan penelitian, Belfast masih merupakan area yang bergejolak dengan
kekerasan. Oleh karena itu aku memilih satu komunitas. Mungkin tindakanku
dianggap mencurigakan jika aku tinggal di satu area (Irish Catholic West Belfast) dan mewawancarai anggota-anggota
tetangga yang bersaing (Protestan
Loyalist West Belfast). Aku tinggal dengan satu keluarga di the Divis Estates (area nasionalis
Irlandia di wilayah masuk ke the Falls
Road yang dianggap satu kawasan perumahan yang paling mengandung kekerasan
di UK (Sluka 1995). Aku tinggal dengan keluarga ini melalui usaha seorang
pendeta Katolik lokal yang sudah aku hubungi setahun sebelum kedatanganku. Aku
menjelaskan suatu proyek alami dan meminta dia jika dia bisa menempatkan satu
keluarga yang akan tertarik mengambil seorang indekos. Keluarga ini adalah yang
pertama yang tidak akan hanya memberi fasilitas wawancara tapi juga menasehatiku
bagaimana berlaku di jalan yang akan mengurangi kecurigaan kedua komunitas
Katolik Irlandia maupun kekuatan keamanan/pelindung orang Inggris.
Pertemuan
pertamaku dengan IRA terjadi beberapa hari sekali setelah kedatanganku di
Belfast. Aku pergi ke pub Belfast Barat dengan anak perempuan dari keluarga ini,
aku dan beberapa temannya. Sesampainya, kulihat para wanita bergosip. Rosin
dengan tenang bersandar padaku berbisik memperkenalkan gerombolan itu sebagai
IRA.
Nasib
menghampiri, percakapan terjadi antara dua meja, bertipe suasana ramah tamah
pub Irlandia. Logat Amerika-ku kentara bahwa aku orang luar, tapi dalam hal ini
sebagai katalisator pada satu diskusi mengapa aku di West Belfast. Hasil akhir dari
pertemuan yang tak disengaja ini aku melewatkan wawancara delapan bulan berikutnya
atau berputar-putar dengan kelompok ini dan yang lain aku diperkenalkan oleh
mereka.
Aku
sudah merasa lebih nyaman melakukan tipe ”in-the-trenches” geografi daripada
yang jadi pepatah tipe armchair. Pengalaman
dengan mereka membuka mataku, aku sudah benar-benar hidup di menara gading.
Dengan membaca semua tulisan materi ilmiah ”terorisme budaya”, aku sudah
mengembangkan pendapat yang terbentuk sebelumnya tentang suatu identitas
teroris. Pemahamanku seorang ”teroris” adalah disingkatkan, diintisarikan dari
gambar-gambar media dan academic writing
di atas kekerasan politik. Ironisnya, aku memilih memasuki area ini sebagai
seorang pengamat partisipan –sebuah metodologi yang membuka pengalaman
kehidupan orang-orang tiap hari- dan itu membuatku tidak nyaman karena
berlangsung tiap hari. Menyaksikan mereka bercerita tentang pekerjaan,
anak-anak dan liburan dan tak lama semuanya menjadi terlalu akrab, terlalu
lumrah dan terlalu alami. Aku terkejut saat satu orang mengenakan kaos baseball
New York Yankees. Aku berpikir, ”Perbedaan apa yang jauh sekali dari seorang
balaclava hitam? (Balaclava: topeng hitam, yang umumnya menutupi wajah
teroris).
Hal ini akan menjadi pertama dari banyak pertemuan
yang tersembunyi jauh lebih berarti bila peneliti hanya merasa simpati
(Chrisman 1976).
Ketakutan
akan kekerasan menjadi alasan tidak banyak academic
writing memusatkan pikiran pada perang.
Nordstorm dan Robben (1995: 1) mengomentari fenomena ini ketika mereka menulis:
Jenis ”ethnic cleansing” menjadikan mengingat
waktu lain dan perang lain dan membuat kita menyadari suatu tempat dan
penderitaan yang berbeda. Kenyataan ini begitu nyata sehingga hampir jadi
biasa, mengapa hal ini masih terjadi sehingga hal ini jarang ditujukan di dalam
scholarly writings? Mengapa kita
menemukan banyak intricate studies
tentang perang dan begitu sedikit tentang penderitaan manusia?
Bab ini akan menjelajah khusus penelitian
mempekerjakan partisipan di dalam konteks utama, yaitu perang. Sebagai bagian
pengujian ini aku akan fokus pada lima area khusus yang seharusnya ditujukan
ketika mempekerjakan metode di tempat yang berkonflik. Bagian pertama dari satu
analisis berhubungan dengan kesan pertamaku pada segi etnografi. Di bagian
kedua, aku menjelaskan kekuatan dan kelemahan penelitian partisipan. Bagian
berikutnya mengarah pada strategi yang aku gunakan untuk mewawancarai dan
meneliti sebuah komunitas yang dicurigai adanya orang luar. Di bagian ke-empat
aku menguji hubungan tiap hariku dengan orang-orang asing akhirnya aku
memperhatikan bagian akhir etnografi. Sering identitas etnografer yang
melakukan penelitian di dalam area konflik ditunjuk sebagai pahlawan atau kesalahan conflated dengan gambaran berbahaya
(Swdenberg 1995). Oleh karena itu tipe metodologi ini bisa membawa bahaya pada
diri seseorang di suatu bidang/wilayah tapi juga pada peneliti dengan academic building.
Kesan Pertama
Belfast Barat adalah area kota yang telah ditempa
keras oleh kekerasan politik pada bulan Agustus 1969 (Sluka 1989). Area ini di barat
pusat kota dengan dipisahkan oleh garis damai (Peace Line), pertahanan tembok sebagai benteng yang memisahkan
komunitas jalan Shankill (the Shankil
Road community) –British yang berkuasa dan area Protestan- dari area the Falls Road- sebuah Nasionalis
Irlandia dan daerah kantong Katolik.
Di
dalam area aku secara informal mewawancarai keduanya laki-laki dan perempuan. Beberapa
secara ideologi mendukung perjuangan Irlandia dan berpartisipasi lewat
kemiliteran. Wawancara ini bertempat di jantung Belfast Barat, di Falls Road, bulu nadi utama Belfast, namun
tidak kelihatan dari jalan. Untuk mencapainya harus berjalan turun melewati
jalan kecil yang gelap dan di jalan besar terbuka lebar dibelakang beberapa
toko lokal berdiri bangunan yang dibarikade. Jendela-jendela kecil ditutup
baja, rangkaian pagar elektronik menuju pintu depan bersama dengan penjagaan
kamera-kamera semua kelihatan seperti benteng.
Aku
agak ceroboh saat berkenalan dengan tahanan yang minggu pertama berada di pab.
Pembentuk anggota IRA ini menjadi penjaga pintu komunitas dan dia memfasilitasi
wawancaraku dengan para tahanan. Pada awalnya aku bisa mencapai jalan masuk ke
klab ditemani dia; bagaimanapun, akhirnya kehadiranku di klab menjadi rutin dan
aku mampu datang dan pergi seperti yang aku inginkan (Dowler, forthcoming). Pertama kali aku
mendekati klab pikiranku dipenuhi gambaran Hollywood tempat persembunyian
teroris dan pusat perintah smoke-filled.
Ironisnya kelompok pertama orang-orang yang aku temui adalah kelompok pria dan
wanita yang bernyanyi hit Don McLean ‘American Pie’. Kelompok yang sama ini berdiskusi
tentang universitas mana yang mereka harapkan bagi anak-anak mereka.
Ini
bukanlah yang pertama kali aku alami seperti transisi radikal di Belfast Barat.pada
tahun 1991 keprihatinan aku rasakan pertama kali ketika memasuki perkumpulan
tahanan yang kelihatannya pucat dibandingkan dengan kengerian yang aku alami
ketika pertama kali tiba di apartemen Divis.
Sebenarnya kegelisahanku tentang tinggal di Divis dimulai sebelum aku tinggal
di suatu kompleks. Sebelum pergi ke Belfast, aku melakukan perjalanan selama
seminggu di Republik Irlandia. Selama perjalanan, penduduk lokal sering menanyaiku
alasanku pergi ke Belfast. Aku sengaja menyamarkan agenda penelitianku supaya
terhindar dari keterlibatan diri pada diskusi politik. Bagi kebanyakan orang mengira
aku akan tinggal di universitas, dan sementara tiap orang yang aku ajak bicara
umunya punya pandangan positif terhadap Belfast, aku diberi peringatan untuk
menjauhi titik-titik panas. Lebih tegasnya, aku diminta untuk jauh-jauh dari
apartemen Divis, karena adanya kubu IRA yang berbahaya. Ketakutanku kemudian
bercampur ketika aku tiba ke stasiun kereta api Belfast dan respon sopir taksi terhadap
permintaanku untuk mengantarku ke Divis adalah, ‘Aye love, I can’t take you there, I would get bloody shot in that
place’ (Oh, cinta, aku tidak bisa mengantarmu ke sana, aku akan berdarah
ditembak di tempat itu). Walupun secara arsitektur suatu kompleks menyerupai
perumahan umum di lain tempat di UK, struktur ini, diselimuti anti British graffiti, benar-benar a trope of this conflict. Saat aku menyelusuri
jalan ke kompleks, aku oleh teriakan anak-anak kecil ‘the RA forever’, bermain memutari sebuah mobil yang diliputi lidah
api. Dua orang lelaki datang dan bertanya, “Apakah kamu orang Amerika yang
dikirim gereja?’ Walaupun aku orang luar, oleh seorang pendeta Katolik
kehadiranku tidak hanya pada satu harapan, tapi juga satu penerimaan. Ini
adalah langkah pertama penyelidikanku untuk menyeimbangkan batas antara orang
dalam dan orang luar.
Dua
orang lelaki membawa tasku dan mengawalku ke
apartemen tempat aku akan tinggal. Aku berjalan menuju lantai atas.
Sangat sulit melihat jalan, karena semua lampu dipecahkan oleh perusak lokal. Saat
aku mengetuk pintu apartemen aku sudah niat tidak akan di tempat ini lebih dari
satu malam. Pikiranku berkelana dengan ide-ide proyek lain yang aku mungkin
mampu melengkapinya dari pengamanan arsip Universitas Queen (Queen’s University); kemudian; sebuah
senyuman wanita tua menjawab ketukan pintu dan mengajakku masuk ke dalam
rumahnya yang enak. Apartemennya bersih, dan wallpaper yang indah dan lengkap
dengan perabotannya. Aku tinggal tidak hanya malam itu tapi aku tinggal tiga
bulan ke depan dan kembali tinggal dengan keluarga yang sama selama aku tinggal
di Belfast.
Bagi
orang luar, apartemen adalah perwujudan gambaran negatif perumahan umum; bagi orang
dalam, merupakan tempat dimana orang-orang melakukan kehidupan harian mereka,
meninggikan keluarga mereka, dan bangga di dalam rumah mereka. Pengalaman ini membuatku
berpikir tentang deskripsi Hanna Arendt penelitian partisipatory bak ‘Pearl Fishing’ (memancing mutiara): seseorang
menyelam ke dalam tanpa cukup mengetahui apa yang akan dia tujukan’ (Arendt,
dikutip dalam Elntain 1987: P. Xi). Aku percaya pada kekuatan yang lebih berat
daripada kelemahan.
Kekuatan dan Kelemahan Pengamatan Partisipan
Pengamatan partisipan, sebagai penelitian
kualitatif. Strategi penelitian berlawanan dengan strategi penelitian
kuantitatif meliputi kelompok data yang lebih besar dan pengetahuan subyek
individu yang terbatas. Jika metode kuantitatif menyatakan secara langsung detasemen
dan hubungan minimal subyek individuil, kemudian penelitian partisipan
berdampak langsung pada pendekatan (kasih sayang), keterlibatan dan hubungan
yang sangat kuat. Dalam strategi penelitian pasti timbul masalah. Semua
memiliki kekuatan dan kelemahan. Para peneliti harus memutuskan strategi yang
dipilih.
Diantara
kekuatan-kekuatan tersebut adalah kemampuan belajar tingkah laku pada
letak/keadaan alamiah. Menciptakan kondisi alami membuat tanggungjawab lebih dengan
meletakkan para informan lebih pada kemudahan (Western 1992). Dengan memahami
lebih dalam meletakkan seseorang pada ketenangan dengan meluangkan waktu cukup
dengan suatu kelompok kecil, seseorang bisa mengetahui mereka lebih dalam
daripada ketika seseorang mempertemukan mereka sebagai orang asing dan dengan
cepat mengelola questionair.
Ada
sejumlah masalah berhubungan dengan penelitian partisipan. Karena waktu
sehingga ukuran sampel sangat kecil. Seorang peneliti yang melakukan metode
tertentu harus mengenal apa yang mereka capai secara mendalam. Masalah lain
adalah sedikit sikap lepas sebagai hasil kedekatan dengan suatu kelompok.
Sedikit sikap lepas seperti itu tak dapat dielakkan sehingga seseorang menjadi
terlibat, baik positif atau negatif, lebih sering bertentangan, dengan
kelompok. Namun tidak usah diambil sebagai hal yang krusial karena bisa
mengundang resiko.
Permulaan
Aku melakukan wawancara informal dengan
respondenku di rumah, toko, pab, di lab terdakwa, di sudut jalan dan di
pengendara taxi. Kebanyakan bersifat percakapan. Perlu adanya penyeleksian,
khususnya jika komunitas berada di area konflik. Pada permulaan bab ini aku
membicarakan pertemuan pertamaku dengan satu kelompok IRA. Mereka
diidentifikasikan sebagai kelompok yang tidak pernah terlibat dengan aktifitas
kemiliteran. Meski demikian, setelah mempergunakan waktu singkat dengan para
perseorangan aku mempelajari bahwa hanya setengah dari mereka sebenarnya telah
menjadi anggota IRA, dan sudah tidak aktif sebagai IRA lagi. Perbedaan ini menjadi
kritis pada wacana persaingan Nasionalisme Irlandia dan akan hilang jika aku
tidak beruasaha mewawancarai orang-orang dengan rentang latar belakang.
Menariknya, keluarga yang aku tinggali akan mengidentifikasikan diri mereka
sendiri sebagai Nasionalis Irlandia yang setia. Makanya mereka akan sering
menyanyikan lagu Irish Rebel
(Pemberontak Irlandia) dan bercerita cerita tentang Security Forces (Kekuatan Keamanan) menyerang apartemen. Mereka
berbicara hangat tentang para pria di IRA, yang telah melindungi mereka dengan
patroli di jalan-jalan. Ketika keluarga yang aku tinggali mengetahui bahwa aku
sedang bekerja dengan pembentuk para tawanan, mereka marah. Mereka menganggap mereka
adalah orang-orang yang telah menjalani hukuman penjara (men who had done time).
Suatu
hari terdapat masah kritis sehingga aku merubah semua nama responden dengan
detil lokasinya. Tiap pagi aku mencetak dua kopi catatan dan pergi langsung ke
kantor pos untuk menyurati satu kopian kembali ke USA. Aku melakukan ini atas
rekomendasi konsulat Amerika, yang sering meminta untuk campur tangan ketika
para kekuatan keamanan menyita catatan dari para peneliti Amerika. Dapat
dimengerti, hal ini akan menghancurkan penelitianku jika catatanku disita. Aku
peduli itu, walaupun aku merubah nama-nama para responden, catatan akan
membahayakan keamanan mereka.
Ini
usaha menghindari bahaya diriku sendiri. Maka aku buat suatu keputusan awal di
dalam studi yaitu tidak menyeberangi the
Peace Line (Garis Damai) untuk mewawancarai beberapa orang dari komunitas Shankill (Protestan). Aku sadar bahwa
aku akan kehilangan kepercayaan komunitas Irish
Catholic jika aku diketahui konsisten menyeberangi garis antara dua daerah
kantong. Ini lebih aman bagiku seorang tinggal di satu area, seperti
peneliti-peneliti terdahulu yang telah dituduh mata-mata.
Banyak
waktu terbuang hanya untuk mencoba membangun hubungan berdasarkan kepercayaan. Ini
adalah kelemahan pengamatan partisipan, karena ukuran sampel, dalam
perbandingan pada metode lain, akan menjadi kecil. Bagaimanapun metode
kelemahan ini juga terdapat kekuatan. Pemahaman pengalaman tiap hari –yaitu
pikiran individuil, harapan-harapan, dan ketakutan sementara hidup di bawah
perlawanan ketakutan yang konstan- tidak bisa ditegaskan dengan menggunakan
metodologi lainnya.
Hubungan Tiap Hari Dengan Para Responden
Pada poin ini aku akan fokus pada salah satu
keuntungan penelitian partisipan: tingkatan keterbukaan dalam hubungan sosial
dengan grup anggota studi. Keterbukaan ini tidak hanya menyebabkan keadaan yang
lebih baik bagi pengumpulan data, tapi juga meningkatkan empati peneliti dengan
orang-orang pekerja. Bagaimanapun, sangat nyata persahabatan yang terjadi
antara peneliti dan responden, yang tidak bisa hanya memajukan penelitian tapi
mungkin juga memperumitnya. (Chrisman 1976)
Masalah
sering dianggap berasal dari penelitian partisipan saat kehilangan kesetiaan setelah
beberapa waktu lamanya. Ketika beberapa responden perempuan memintaku membantu
mereka menulis cerita mereka sendiri tentang peran mereka di area konflik.
Mereka bermaksud untuk mengundang para wanita dari Shankill Road (area Protestan) untuk berpartisipasi. Banyak para
lelaki, yang juga responden, merasa bahwa hal ini mengancam solidaritas sebuah
Nasionalis Irlandia. Agak meragukan untuk terlibat karena akan berisiko
terhadap hubunganku dengan beberapa responden pria, namun tidak berpengaruh
terhadap responden wanita. Aku membuat keputusan untuk membantu ketika diminta
tapi tidak menjadi pendukung. Menyedihkan, karena jadwal bekerja para wanita
dan tanggungjawab keluarga tidak menghasilkan apa-apa.
Pada
kesempatan lain, aku mewawancarai seorang wanita tentang perannya. Dia memberi
kepercayaan padaku tentang masalah pernikahan. Ketika dia meminta pendapatku
tentang perceraian, hal ini malah menjadi curahan cerita rahasia seorang teman.
Walaupun diskusi ini umumnya membicarakan analisisku tentang peran gender, aku
tidak menggabungkan beberapa kesaksiannya langsung.
Ketika
seorang peneliti menjadi lebih ramah dengan seorang responden, peneliti
tersebut biasanya bisa bersikap yang membuat responden tersebut jadi lebih
nyaman. Katz (1996) mengutamakan, suatu jalan peneliti merepresentasikan diri
mereka sendiri kepada responden mereka adalah sama pentingnya.
Di Belfast Barat aku
menggambarkan diriku yang akan meminimisasikan statusku sebagai orang luar.
Sebagai contoh, walaupun kepada seorang wanita yang percaya padaku, aku memberi
tanda petisi anti aborsi. Ketika aku diminta apa yang kurasakan tentang isu
perceraian, aku mengelak. Aku menunjukkan Katolik Romanku, walaupun aku tidak
menganggap diriku Katolik yang taat. Aku menghadiri layanan mingguan di Gereja
Katolik lokal dan mereka memperhatikan. Namun hal itu tidak membuat mereka
nyaman denganku.. Hubungan terbuka dan jujur dengan para responden adalah kunci
pokok seorang peneliti. Pada isi akhir analisis aku percaya bahwa, walaupun
para responden tidak setuju denganku pada beberapa poin, mereka tetap cukup niat
bekerja denganku.
Sisi Post-etnografi
Proses
menulis sebuah kekerasan etnografi menjadi jauh lebih tertantang atas kembaliku
ke rumah. Karena banyak responden pernah menjadi agen kekerasan. Jika para
responden terlibat dalam kekerasan politik, mereka mungkin tidak dapat
dipercaya para informan. Sebagai contoh, sebuah pertanyaan yang umumnya aku
tanyakan adalah: Bagaimana kamu tahu bahwa para pria tidak berbohong padamu? Dikarenakan
hubungan mereka dengan kekerasan, menyejajarkan fakta bahwa aku seorang
peneliti perempuan. Beberapa akademik menemukan wawancaraku dengan para wanita
jauh lebih dapat dipercaya. Beberapa etnografer pria dewasa yang bekerja dengan
komunitas yang sama yaitu komunitas Belfast Barat telah menghargai wawancaraku
dengan para wanita. Mereka menyatakan padaku bahwa luar biasa aku mendapatkan
sudut pandang wanita yang tidak dapat diperoleh, karena aku wanita, aku bisa seenaknya
pergi dimana tidak ada etnografer pria hilang sebelumnya. Ini ironis bahwa
wanita jauh lebih segan denganku daripada pria yang pernah ada. Di klab dimana
aku melakukan wawancara, banyak wanita curiga dengan kedekatanku. Seorang
wanita berbicara pada salah satu responden pria bahwa aku tidak pantas karena
aku dari CIA atau anggota intelijen Inggris. Kecurigaan yang biasa terhadap
orang luar, sementara para wanita merasa aku sebagai ancaman. Anehnya, beberapa
wanita sebagai kolegaku tidak fokus pada ‘tali feminin alami’ antara peneliti
dan responden yang mana kolegaku (pria) melakukannya; lebih baik, mereka
berasumsi bahwa penjelasanku pada para agen kekerasan di beberapa cara
membuatku lebih ‘jantan’. Sebagai contoh, singkatnya setelah kembali dari Belfast
aku diminta untuk memberikan sebuah presentasi tentang pekerjaanku di lokakarya
Peace Studies. Setelah presentasi
seorang akademik wanita mendatangiku dan menasihatiku untuk memakai taburan
anting mutiara, sebagai lawan dari manik-manik coklat yang kupakai. Juga
menasehatiku untuk memakai pakaian yang lebih feminin ketika aku
mempresentasikan pekerjaanku. Dia menasehatiku untuk memakai rok sebagai
pengganti pantalon, supaya aku tidak nampak maskulin atau militer.
Pada
dasarnya mereka para wanita dan para pria semuanya takut akan kekerasan.
Kesimpulan
Dalam pengerjaan penelitian sebuah area konflik tidaklah
mudah dan bukan alasan bahwa para agen kekerasan tidak memiliki perasaan. Lebih
baik apa yang diharapkan bahwa analisis epistemologi Barat akan peperangan
telah menggeneralisasi. Tidak ada persahabatan sama sekali dengan agen
kekerasan dalam wawancara. Banyak pengalaman yang bisa didapatkan. ‘Aku melihat
ke dalam cermin apa aku dalam keadaan yang sama dibawah kekuasaan mereka.’
Komentar