My life is my choice

Being a mother was not an obsession but a career woman when I was still a teenager. Because I was not a mother type, indeed. Tetapi sekarang setelah memiliki dua anak laki-laki, merasa menjadi seorang ibu adalah insting. Dimana dia harus memahami anak-anaknya dan memberikan yang terbaik untuk mereka. Sampai sekarang kadang saya merasa bukan tipe ibu rumah tangga yang suka bersih-bersih rumah. Ya, bisa dibilang males beberes rumah. Yang ada malah rumah berantakan, buku bertebaran dimana-mana. Mendingan saya nyuci dan seterika baju daripada bersih-bersih. Memasak suka namun bukanlah hobi.

Ini terjadi ketika sebuah dilemma ini muncul. Setiap pagi saya meninggalkan anak-anak untuk sebuah karir mengajar part time di tiga kampus. Meninggalkan anak-anak yang masih balita tidaklah mudah.Suami berangkat kerja dan terkadang tidak pulang karena harus ke luar kota atau terkadang lembur. Setahun sekali dalam seminggu pergi ke luar negeri. Bisa dibayangkan waktu anak-anak bersama orangtuanya sangat kurang. Saya berpikir, kapan hal seperti ini berakhir? Terjawablah sudah selama dua tahun karir saya berjalan dan akan diangkat di Univ yang sangat saya idamkan serta besiswa pupus sudah setelah kami pindah di Jepara dan menghabiskan banyak waktu dengan anak-anak.

Bisa dikatakan memasak itu kebutuhan mendesak dimana di Jepara ini rasa soto tidak sesuai dengan lidah saya dan anak-anak. Dan rawon sebagai makanan favorit anak-anak  tidak ditemukan di sini. Alhasil saya harus memasakkannya. Selain itu sekarang saya pun getol bikin jajanan untuk mereka. Ini wajib mengingat adik Rama yang sering batuk bila sudah beli jajan di luar, saya harus menyeleksinya karenanya. Alhamdulilah anak-anak selalu suka dengan masakan saya.

Jika boleh flashback ke belakang, menjadi seorang pengajar bukanlah cita-cita saya. Sejak sekolah saya sama sekali tidak ingin menjadi guru. Entah kenapa saya memiliki pengalaman yang buruk terhadap guru saya. Terutama guru SMP tidak ada yang bersikap baik terhadap saya. Seolah-olah mencari-cari kesalahan saya , satu guru berbisik ke guru lain untuk bersama-sama memusuhi saya. Sebagai seorang murid jelas saya sangat sedih kenapa mereka begitu sentimennya dengan saya. Sampai-sampai saya ingin balik saja ke SD. Saya berpikir, dulu saya masuk SMP 1 tersebut itu adalah pilihan ayah saya. Saya tentu saja lebih memilih SMP 3. Saya menyadari, memaksakan hal yang tidak disukai anak itu tidak lah baik. Mungkin karena saya punya kelebihan insting yang kuat terhadap sekolah tersebut, sehingga saya bisa merasakan ketidakberesan jika saya memasuki sekolah tersebut. Dan itu tepat.

Begitu lulus SMP, nilai saya jelek. Saya tidak diterima SMA Negeri membuat saya mengalami deep frustation. Alhamdulilah, semangat saya muncul setelah tahu SMA swasta yang saya masuki memberikan energi positif terhadap saya. Ketika guru BK meminta muridnya utuk menuliskan cita-cita. Saya masih ingat cita-cita yang saya tulis pertama kali adalah pramugari, yang ke-2 sebagai guide, dan ke-3 adalah seniman. Sampai menginjak UMPTN saya memilih IPA untuk tes saat itu saya ambil kedokteran dan dokter gigi. Sangat memaksa sekali dan diluar kemampuan saya. Saya tidak lolos, dan saya ambil jurusan sastra inggris mengingat lagi-lagi saya tidak ingin jadi guru. Saya sudah mengetahui mau jadi apa saya dengan sastra inggris. Dengan sastra Inggris saya bisa ngelesi, nranslate,atau kerja di kantor. Alhamdulilah sepanjang perjalanan studi saya, sejak semester 3 saya sudah ngelesi, sembari dapat beasiswa. Semester 5 saya diterima ngajar di SMK.Semua bukan uang yang saya cari. Brapapun akan saya terima meskipun nominalnya kecil."Lebih baik dapat Rp.1,- daripada dalam 1 jam saya tidak memegang apapun", itu pikir saya. Yang saya cari adalah pengalaman yang utama, meskipun tidak dipungkiri saya juga ingin mendapatkan hasil keras saya. Semua itu berlangsung sampai saya berumah tangga.

Dari semuanya entah kenapa ketika melamar kerja di perusahaan, tidak ada satu pun yang lolos, hingga pada akhirnya saya diterima di Graha Pena. Alhamdulilah ini sebagai pembuktian diri bahwa saya bisa lolos masuk perusahaan. Ini tidak berlangsung lama karena saya juga kuliah di pasca saat itu dan calon suami tidak mengizinkan kerja kantoran mengingat kerja saya waktu itu menuntut saya ke luar kota terus. Setelah lulus S2, saya melamar dosen. Alhamdulilah setiap daftar dan kemudian tes, selalu lolos.

Hingga akhirnya saya di Jepara. Fokus  keanak-anak dan mengajar. I'm happy to be a mother and a lecturer. Impian saya kali ini adalah ingin menulis sebuah buku. Saya ingin dikenang melalui tulisan saya. Semoga terkabul dan terwujud. Amin Ya Robbal Alamin.


Komentar

Postingan Populer