Petualangan: Misteri Rumah Besar

Tak pernah kubayangkan kalau akhirnya aku akan memasuki rumah besar yangberada di pojok jalan itu. Rumah itu sudah lama dianggap tak berpenghuni. Sejak kematian yang menimpa sekeluarga akibat kecelakaan pesawat terbang sepuluh tahun yang lalu, rumah itu dibiarkan kosong tanpa penghuni. Bila malam tiba, beberapa orang yang melewati jalan depan rumah besar itu sering mendengar lolongan atau tangisan yang datangnya dari rumah tersebut. Sehingga banyak yang bilang kalau rumah itu sangatlah angker. Bersama tiga orang temanku, Bobi, Iwan, dan Surya, sepakat untuk menyeidiki rumah tersebut pada malam hari.

Malam hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Pukul tujuh malam kami sudah berkumpul di depan pagar rumah besar. Setelah kami berkumpul, tak disangka suara lolongan itu kembali terdengar sangat jelas dari rumah besar itu. Seketika bulu kuduk kami merinding. Iwan, temanku yang paling kurus dan kecil dengan rambutnya yang keriting, membujuk kami supaya membatalka niat untuk menyelidiki rumah tersebut. Bobi, temanku yang paling gede, menimpali dan mengatakan jikalau salah satu dari kami tidak kompak berarti dia harus keluar dari kelompok kami. Kelompok kami bernama "F4" karena kami berjumlah empat orang. Hanya saja petualangan kami kali ini adalah menyelidiki sebuah rumah besar yang kelihatan tua dan sangat angker. Surya, pemuda berkacamata, tampak diam saja. Surya adalah murid terpandai di kelas kami. Sejak bergabung dengan kami dia telah banyak membantu memecahkan teka-teki sulit yang kami hadapi selama berpetualangan. Sedangkan, aku yang cewek sendiri merasa senang bergabung dengan mereka. Walau nyaliku tak sebesar mereka untuk ikut dalam petualangan kali ini, penasaranku untuk ikut dengan mereka merasa terbawa.

Setelah berkumpul, kami mengecek barang-barang bawaan masing-masing dari kami yang sekiranya kami butuhkan. Setelah semuanya lengkap, kami mulai membuka pintu pagar yang tinggi dan kotor itu sama-sama. Wow, ternyata rumah itu lebih menyeramkan dibandingkan dilihat dari luar pagar rumah. Kulangkahkan kakiku bersama mereka di halaman rumah dengan cahaya senter yang cukup terang menyinari gelapnya cahaya malam. Pertama kami merasa susah melewati halaman rumah yang telah ditumbuhi ilalang yang sangat tinggi dan tak terawat.

Beberapa menit kemudian sampailah kami di depan pintu rumah besar tersebut. Kami merasa lega setelah melalui sedikit rintangan yang belum seberapa. Kupandangi sejenak halaman rumah itu. Terdapat pohon beringin yang sangat lebat di sana. Beberapa akar dari pohon itu mencuat ke atas tanah seperti kaki gurita. Tak disangka, dengan tenangnya Surya membuka pintu rumah besar itu. Ternyata pintunya tidak dikunci. Dengan mudah kami pun masuk ke dalam. Bagian depan rumah tersebut adalah ruang tamu. Tidak banyak perabotan yang emmadati ruangan ini. Hanya kursi dan meja yang sudah agak butut serta banyak koleksi-koleksi kepala binatang yang tergantung di dinding ruangan ini. Rupa-riupanya pemilik rumah ini suka berburu dan mengumpulkan kepala-kepala binatang hasil buruannya sebagai koleksi. Aku lihat memang agak tidak terawat rumah ini. Lihat saja, cat temboknya sudah banyak yang mengelupas dan banyak sarang laba-laba yang bergantungan di langit-langit. Lampu penerang ruang tamu ini tidak begitu mewah. Hanya lampu neon . Kami sengaja tidak menekan saklar. Takut akan terjai sesuatu bila tiba-tiba nanti lampu in menyala.

Lalu kami menuju sebuah lorong yang sangat panjang dengan kamar-kamar berjajar dan satu perpustakaan. Di dinding sebelah perpustakaa terdapat sebuah foto besar yang terpampang. Foto itu terdiri dari sepasang suami istri dengan seorang pemuda dan seorang gadis cantik berambut pendek. Kami menduga bahwa pasti itu keluarga pemilik rumah ini. Terdapat rumor yang mengatakan kalau hanya sepasang suami istri yang meninggal akibat keceakaan. Sedangkan kedua anaknya dikabarkan hilang entah kemana.

Lama kami memandang foto itu. Tak lama kemudian, Surya masuk ke dalam perpustakaan. Begitu besar ruang perpustakaan ini dengan buku-bukunya yang sangat banyak namun kotor dan sedikit robek karena dimakan oleh binatang pengerat. Surya sangat tertarik berlama-lama di dalam perpustakaan. Namun tidak bagi kami. Bukan berarti kami tidak suka membaca. Hanya saja kondisi perpustakaan yang sedikit menyeramkan.  Surya mengambil beberapa buku untuk dibaca di rumah.

Di tengah kesunyian ini, tiba-tiba kami tersentak akan bunyi lonceng jam yang menandakan hari sudah tengah malam. Itu berarti kami harus lekas keluar dari sini. Bunyi derapan kaki terdengar saat kami akan keluar dari perpustakaan. Kami melihat sebuah cahaya dan bayangan orang ayng sedang membawa lilin besar berjalan melewati lorong. Kami perhatikan baik-baik orang itu ketika melewati persembunyian kami. Orang itu berambut panajng. Wajahnya rasa-rasanya pernah aku kenal. Sejenak kusadar dan mengatakan kepada teman-teman bahwa dia adalah gadis yang ada dalam foto itu. Surya pun juga berkata mungkin suara lolongan yang kami dengar itu adalah suara wanita itu. Mungkin saja dia merasa kesepian dan sedih. Jikalau begitu, bagaimana dengan pemuda yang ada di foto itu. Kami tidak bisa melanjutkan penyelidikan ini karena hari sudah hampir pagi.

Akhirnya kami berempat bisa keluar degan keadaan selamat. Ada satu hal yang kami risaukan. Orang tua kami. Pasti kami akan dapat hukuman jika mereka tahu kami tidak ada di rumah.

Komentar

Postingan Populer