Penyesalan atau anugerah?

Baru terjadi pagi ini. Sudah lima tahun kami menikah itu saya pikir kami sudah saling memahami satu sama lain. Melewati lima tahun, gejolak terjadi lagi. Kali ini apa yang terpendam terungkap begitu saja. Ini berawal pagi ini saat mau berangkat sekolah saya mendapatkan buku pekerjaan matematika Fahmi nampaknya belum tuntas. Saya tanya kenapa sampai tidak menulis di buku tulis, walau dia sudah mengerjakannya di buku paketnya. Fahmi pun tidak mengingat apa yang dikatakan gurunya. Dari awal Fahmi masuk SD tersebut, saya sudah berfirasat tidak enak sebenarnya. Lebih kepada guru pengajarnya. Kembali lagi, bukannya mas uyik (papanya) ngingatkan Fahmi, eh malah mengatakan, "biarlah toh masih SD. Teman-temannya juga begitu." Selalu kami berbeda pendapat dalam mengajari anak. Sudah pernah aku ingatkan jangan mengatakan hal semacam itu didepan anak-anak tapi dia tidak mengindahkannya.

Sering kami cekcok karena masalah sepele. Awal menikah, ibu dan adiknya suka mengaturnya. Saya hanya mengelus dada dan menangis. Setelah punya anak, cekcok karena anak. Terus saya harus bagaimana? Apakah saya harus mengikuti seenak hatinya meskipun itu salah? Kalau urusan anak saya tidak bisa, dan saya nggak mau Fahmi dan Rama gagal. Biarlah suami saya begitu, walau saya sudah mengingatkannya.

Ya Allah, saya merasa rumah tangga hamba hambar. Mohon bukakanlah hati dan pikiran suami saya agar selalu mengingatMu. Amin.

-Derita suami yang gersang agamanya.

Komentar

Postingan Populer